Diduga Langgar Kode Etik, Oknum Unit 2 Tahbang/Resmob PMJ, Penyebab Kematian Dani Harus Diusut Tuntas

Berita Utama, Kriminal1239 Dilihat

JAKARTA- GEMURUHNEWS.COM, Menurut Pasal 16 ayat (1) KUHAP yang menyebutkan, untuk kepentingan penyelidikan atas perintah penyidik berwewenang melakukan penangkapan. penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisan Negara Republik Indonesia dengan memperhatikan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara.

Kejahatan yang dipersangkakan serta tempat kejadian perkara,Pasal 16 KUHAP dapat disimpulkan bahwa adanya beberapa mekanisme atau langkah presedural yang harus dijalankan oleh aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya, serta memberikan kepastian dan jaminan hukum serta memberikan hak-hak kemanusiaan tersangka selama proses penangkapan.

Seperti kasus yang sedang menjadi sorotan public korban penembakan yang dialami M.DAT (21) atau biasa dipanggil Dani pada 29 Februari 2024 yang diduga mendapatkan intimidasi dan kriminalisasi dari oknum Unit 2 Tahbang/Resmob Polda Metro Jaya.

“Sebelum dilakukan operasi akibat luka tembak diperut Dani mengaku dipaksa  oknum penyidik untuk menandatangani BAP sebagai salah satu pelaku pencurian sepeda motor di wilayah hukum Polres Bekasi, Polda Metro Jaya pada tanggal 21 Februari 2024 .”kata Ayah Dani saat diwawancara awak media melalui sambungan telp pada Minggu, (26/5/2024) .

“Kami dijanjikan akan dibantu oknum penyidik Dani tidak akan ditahan, karena yang menjadi DPO adalah Hermanto,namun kenyataannya sekitar tanggal 8 Mei 2024,paman Dani malah menerima Surat Penangkapan dan Penetapan Tersangka.” tegas Ayah Dani.

Berdasarkan bedah kasus yang dilakukan oleh Kantor Gerai Hukum ART & Rekan bahwa Dani sedang sakit DBD dan sedang berada di kontrakannya di wilayah Gunung Putri pada tanggal 21 Februari 2024 dibuktikan dengan Surat Keterangan dari Klinik, secara peristiwa hukum tuduhan polisi jelas tampak adanya dugaan intimidasi dan kriminalisasi yang dilakukan oleh oknum penyidik Unit 2 Tahbang /Resmob Polda Metro Jaya.

Ditempat terpisah Kuasa Hukum Keluarga Dani dari Kantor Gerai Hukum ART & Rekan menjelaskan dalam keadaan sakit pasca operasi akibat luka tembakan diperut tentu memerlukan penanganan medis secara insentif, faktanya Dani dipaksa dipindahkan dari RS Polri Kramat Jati dan ditahan di Sel Tahan Reskrimum Polda Metro Jaya.

Pada tanggal 2 April 2024 Dani dibawa pertama kalinya dari RS Polri Kramat Jati dalam keadaan masih BAB mengunakan kantung medis.Lalu pada tanggal 3 April 2024 Dani kembali di bawa ke RS Polri Kramat Jati.

“Karena Dani dalam keadaan sakit ditolak dulu di Tahti Polda Metro Jaya, usai dicek secara medis oleh Dokter,Dani disuruh rawat di rumah.”ujar Paman Dani.

“Penyidik unit 2 Tahbang/Resmob Polda Metro Jaya yang bernama DM meminta kepada saya agar keluarga membuat surat penangguhan penahanan,nanti dia urusin.” tegas paman Dani.

“Saya telah membuat Surat Penangguhan Penahanan dan saya serahkan langsung pada tanggal 4 April 2024 di Polda Metro Jaya ada bukti tanda termanya ,namun faktanya hingga keponakan saya menghembuskan nafas terakhir. Tidak pernah direspon oleh penyidik.” ujar paman Dani.

” Dani sempat tidak diberi makan dan obat dengan alasan tidak ada dana bahkan data entry pasien hilang dalam 24 jam,itu faktanya.” jelas Paman Dani.

Arhur Noija, SH memaparkan bahkan Dani tak diberi kesempatan untuk didampingi penasehat hukum, saat salah satu Presidium Dewan Pers Independen (DPI) pada 17 April 2024 membesuk bersama istri Dani petugas melarang adanya tanda tangan apapun, hingga bersi tegang dengan perwira komandan jaga Tahti Reskrimum Polda Metro Jaya dan esok harinya Dani kembali mendapatkan perawatan di RS Polri Kramat Jati dan kami sebagai Penasehat Hukum keluarga Dani sempat membesuk Dani pada tanggal 4 Mei 2024 hingga Dani menghembuskan nafas terakhirnya dan mengurus jenazahnya pada 14 Mei 2024 hingga pukul 01.00 WIB jenazah Almarhum Dani diberangkatkan ke Lampung Utara.

“Tidak ada atau lemahnya kontrol terhadap dijalankan atau tidaknya kewajiban/ wewenang, juga memperkuat kemungkinan untuk melakukan suatu pelanggaran/ penyimpangan baik tindak pidana maupun pelanggaran kode etik aparat penegak hukum.” jelas Arthur.

Bicara tentang kontrol formal terhadap pelaksanaan tugas aparat penegak hukum dan penyimpangan terhadap hukum.

Rendahnya etika seorang yang profesional dalam menjalankan tugas profesinya memungkinkan orang lain menjadi korban.

Menurut Yahya Harahap, sekiranya seseorang terdakwa dituntut dan diadili dalam pemeriksaan sidang pengadilan, kemudian ternyata apa yang didakwakan tidak dapat dibuktikan berdasar alat bukti yang sah, sehingga apa yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, dan terdakwa dibebaskan dari tuntutan pidana.

Berarti, terdakwa telah dituntut dan diadili tanpa dasar alasan hukum. Putusan pembebasan tersebut, menjadi dasar bagi terdakwa untuk mengajukan tuntutan ganti kerugian atas alasan telah dituntut dan diadili tanpa berdasarkan undang-undang.

Negara wajib bertanggung jawab terhadap korban  dugaan intimidasi dan kriminalisasi akibat luka tembak diperut yang dialami Dani hingga menyebabkan tewas,negara menjunjung tinggi hak asasi manusia karena merupakan hak yang fundamental sehingga harus terlindungi dan terbebas dari segala bentuk ancaman maupun penyiksaan.

Aspek hukum merupakan aspek yang paling di sorot dalam pembangunan roda perekonomian suatu bangsa, karena ketidakefektifan peraturan hukum serta mandul dan boroknya kinerja aparat hukum merupakan faktor yang dianggap paling berpengaruh dalam menyebabkan runtuhnya stabilitas sosial dan ekonomi.

Pembangunan di bidang hukum perlu diarahkan pada terwujudnya sistem hukum nasional yang bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang mencakup pembangunan materi hukum, aparatur hukum serta sarana dan prasarana hukum dalam rangka pembangunan negara hukum.

Seharusnya penerapan hukum dan penegakan hukum dilaksanaan secara tegas dan lugas tetapi manusiawi bersasarkan asas keadilan dan kebenaran dalam rangka mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum, meningkatkan tertib nasional dan disiplin nasional, mendukung pembangunan serta memantapkan stabilitas nasional yang dinamis.

Penegak hukum dalam menjalankan tugas memberantas kejahatan atau tindak pidana sesuai dengan kewenangannya mempunyai tujuan untuk melindungi masyarakat dari berbagai macam perbuatan menyimpang yang bertentangan dengan norma hukum di Indonesia.

Dalam melaksanakan penegakan hukum, sudah menjadi kewenangan dalam hal berbuat dan bertindak memerangi segala bentuk penyimpangan norma hukum.

Kendati demikian penegak hukum juga wajib memperhatikan hak-hak asasi yang dimiliki oleh setiap orang sebagai warganegaranya.

Hal tersebut sesuai dengan Pasal 28 D Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Dengan adanya hal itu menunjukan bahwa setiap warganegara mempunyai hak untuk mendapatkan perlakuanselayaknya manusia khususnya dari POLRI (Polisi Republik Indonesia) sebagai lembaga penegak hukum di Indonesia.

Indonesia sebagai Negara hukum bertujuan mendatangkan kemakmuran dan keadilan pada warga negaranya seperti yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pengertian mengenai istilah salah tangkap tidak terdapat dalam KUHAP maupun peraturan perundang-undangan yang lain.

Namun secara teoritis pengertian salah tangkap ini bisa ditemukan dalam doktrin pendapat ahli-ahli hukum.

Secara harfiah arti dari salah tangkap adalah keliru mengenai orang yang dimaksud atau kekeliruan mengenai orangnya.

Dimana dalam Praperadilan menurut KUHAP semula dimaksudkan sebagai lembaga habeas corpusse bagaimana dipraktekkan di berbagai negara.

Tetapi konkritnya praperadilan hanya untuk memeriksa sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, dan ganti kerugian atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Dalam pasal 95 KUHAP diatur lebih lanjut bahwa tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan diputus di sidang praperadilan.

Perkara salah tangkap bukanlah sebuah cerita baru di dalam dunia hukum Indonesia. Salah tangkap atau eror in persona adalah orang-orang yang secara individu maupun kolektif yang menderita secara fisik maupun mental yang disebabkan oleh keselahan prosedur atau kesalahan proses penyidikan atau penahanan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yang berwenang maupun sejenisnya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya korban salah tangkap disebabkan oleh kesalahan dalam proses penyidikan atau penahanan. Kasus korban salah tangkap yang telah terjadi di Indonesia seharusnya bisa dijadikan pelajaran oleh penyidik ketika hendak melakukan penangkapan.

Tetapi patut diduga tidak dipelajari secara komprehensif oleh penyidik, sehingga kasus salah tangkap ini terus berulang. Kelalaian dan ketidaksengajaan tidak bisa dijadikan alasan yang tepat apabila kejadian salah tangkap ada pelanggaran HAM.

Apabila tidak ada bukti permulaan yang cukup kuat, maka seseorang yang terduga tidak boleh ditangkap dan ditahan.

Hal ini telah dituangkan dalam Pasal 17 KUHAP bahwa seseorang dapat ditangkap apabila“diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup kuat.

“Kami sebagai orang tua Dani telah memberi kuasa khusus kepada Kantor Gerai Hukum ART & Rekan untuk lanjut mempraperadilkan Polda Metro Jaya, hingga kematian putra kami dapat terungkap secara terang benderang.” imbuh Ayah Dani.

Ayah Dani menjelaskan usai pemakaman Almarhum anak kami, keluarga kami merasa diteror karena kami menolak kehadiran 6 Anggota Polisi dari Polda Metro Jaya, dan selalu bersliweran polisi berpakaian preman .

“Kami memohon kepada Bapak Kapolri mengungkap siapa oknum penyidik Unit 2 Tahbang/Resmob Polda Metro Jaya yang menyebabkan kematian anak saya, dan kami minta di PTDH dan Negara harus bertanggung jawab atas tewasnya Putra yang kami cintai.” pungkas Ayah Dani.

Sumber: Eric_Gerai Hukum ART & Rekan

Tinggalkan Balasan