“Saya melihat TUHAN dalam pelayanan ini.”
PAPUA- GEMURUHNEWS.COM, “Bapa Pendeta,” Begitu ia disapa tiap hari dari anak-anak asuhnya. Padahal, ia bukan seorang gembala jemaat pada salah satu gereja pada satu denomasi Kristen. Ia hanyalah seorang pemuda Papua seperti pada umumnya. Ia selalu bersama dengan anak-anak asuhnya di rumah singgah, gedung PKK Lama di Oyehe, Nabire.
Amos Yeninar. Itulah nama lengkapnya. Nama yang diberikan oleh kedua orang sejak ia dilahirkan di Supiori 07 April 1987. Dirinya mengabdikan diri bagi generasi muda Papua di kabupaten Nabire.
Bicara soal penyakit sosial, di tanah Papua sangat subur. Hampir setiap hari selalu menghiasi dinding-dinding media dengan berbagai kejadian yang melibatkan anak-anak dibawah umur. Banyak kejadian yang terjadi dan kebanyakan orang berpikir itu hal biasa.
Nabire, salah satu kabupaten yang memang sering terjadi berbagai macam kejadian. Penyakit sosial tumbuh subur. Lem Aibon, Ganja, Narkoba, dan Minumas keras adalah sejumlah penyakit sosial adalah jalan tol bagi generasi muda Papua menuju kepunahan.
Penyakit sosial seperti Lem Aibon, Ganja, Narkoba dan minuman keras rata-rata dikonsumsi oleh generasi yang masih sangat belia. Umur mereka masih sangat muda. Mereka-mereka itu mulai dari umur 7 hingga 20-an tahun. Itu fakta. Hal itu bisa disebutkan disini karena kebanyakan anak-anak yang dibina Amos Yeninar itu hampir semua umurnya sekitar itu.
Jika kita duduk cerita bersama mereka, anak-anak itu akan menjelaskan siapa diri mereka. Mereka ada dalam ‘dunia itu’ dengan berbagai latar belakang keluarga yang sangat berbeda. Mereka ada yang berasal dari keluarga yang berada. Bahkan, ada anak-anak yang kedua orang tuanya telah meninggal dunia. Dunia mereka sangat variasi.
Dalam keadaan seperti itu, hampir tidak ada orang atau organisasi yang bergerak untuk mengatasi secara continoe/ kontinyu. Semestinya, Pemerintah, Gereja, Masjid, Sekolah dan kepolisian secara bersama harus berani mengambil langkah-langkah konkrit demi meminimalisir hingga berusaha meniadakan hal-hal tersebut.
Tapi, apa yang terjadi?
Jika terjadi hal-hal yang merugikan banyak orang melalui sejumlah penyakit sosial tadi, semua pihak selalu salahkan pelaku. Salah satu contoh; Sering jumpa anak-anak dalam keadaan mabuk sering palang jalan. Atau, sering ada di tempat-tempat ramai. Mereka yang selalu disalahkan. Namun, tidak pernah ada orang atau organisasi yang muncul untuk mengurus, melayani dan mengarahkan pada hal-hal yang positif secara berkelanjutan.
Titik awal panggilan pelayanan
Segala sesuatu selalu dimulai dari sebuah awal dengan berbagai cerita yang berbeda. Amos Yeninar memulai pelayanan ini dengan sebuah peristiwa yang diluar akal pikiran manusia
“Jadi, pada saat saya kerja di salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM), gaji lumayan besar. Hal itu buat saya harus lupa Tuhan. Saya gunakan uang itu untuk berfoya-foya,” ceritanya
Karena cara hidup yang semakin glamour bagi dirinya dan sudah tak terkontrol lagi, tiba-tiba ia dapat sakit. “Saya divonis dapat penyakit HIV/AIDS,” katanya dengan menucucrkan air mata
“Saat itu, saya benar-benar stress. Saya sama sekali kehilangan akal untuk harus hidup seperti apa. Saya benar-benar down,” katanya
Dalam keadaan seperti itu, Tuhan Allah hadir dalam hidupnya. Ia mengubah duka menjadi suka. Pada saat ada pada titik yang benar-benar dibawah, Tuhan mengangkat dengan caranya.
“Pada saat itu, Tuhan berikan visi untuk harus pergi ke Nabire. Sehingga, dalam keadaan yang sama sekali tidak tahu tentang Nabire, saya memutuskan untuk ke Nabire,” katanya
Awal mula pelayanan di Nabire
Setibanya di Nabire, dia bingung harus tinggal dimana. Tapi, syukur karena dirinya bisa numpang di keluarga. “Memang saya datang ke Nabire hanya dengan petunjuk dari Tuhan kepada saya. Sehingga, awalnya tidak ada sama sekali berpikir saya akan tinggal dimana atau makan apa?” jelasnya
Bermodal sebuah sepede motor, dia keliling motor. Selain Menawarkan jasa ojek sekaligus memperhatikan gerak gerik anak-anak di sejumlah wilayah, seperti Pasar Oyehe, Pasar Karang Tumaritis dan Pasar Kalibobo.
“Jadi hasil yang saya dapat dari ojek itu, malam hari saya beli makan lalu biasa makan bersama dengan mereka (anak-anak). Lama kelamaan, mereka semakin akrab dengan saya. Dan, biasa berdoa bersama dengan mereka di jalan-jalan atau dimana saja saya ketemu mereka,” urainya
Cita-cita tak sesuai impian
“Dulu pada sekolah hingga pada saat duduk di bangku kuliah, cita-cita saya itu hanya satu, Bupati,” ujarnya
Ya, semua orang punya impian yang harus diwujudkan. Kadang impian itu juga menjadi motivasi tiap orang untuk harus bekerja keras demi mengejar agar impian tersebut bisa terwujud
Namun, tidak bagi Amos Yeninar. Sepanjang sekolah, cita-cita hanya menjadi seorang kepala daerah atau Bupati. Agar, setelah menjadi bupati lalu bisa menjadi pelayanan bagi semua orang yang dipimpinnya. Untuk mencapai cita-cita tersebut sempat digadang untuk calon legislatif pada pileg 2019, namun itu tidak terjadi karena beliau sudah menetap di nabire bersaman anak2 jalanan. Padahal, jika dirinya menetap disana dan calonkan diri sebagai calon legislatif, itu sudah pasti terpilih. Karena, pengganti dirinya itu telah terpilih dan menjadi anggota DPR periode 2019-2024
“Jadi, keluarga saya di Supiori itu sudah sepakat untuk mengusung saya dalam bursa pencalonan DPR kemarin. Dan, jalan untuk wujudkan cita-cita kecil saya menjadi bupati itu terbuka lebar. Namun, Tuhan berkata lain. Saya tinggalkan itu smua dan saya jadi pelayan untuk anak-anak,” tambah Amos
Suka dan Duka mengemban Pelayanan
“Saya bersama istri memang mulai pelayanan sejak tahun 2017 lalu. Kami lewati banyak sekali pengalaman, baik dari pengalaman yang baik hingga buruk,” kata dia
Salah satu pengalaman yang bagi dia sulit rasanya untuk harus diceritakan dengan kata-kata adalah ketika istri tercintanya rela gadai cincin pernikahannya demi menopang pelayanan bagi anak-anak asuhnya
“Istri saya orang luar biasa yang dikirim Tuhan kepada saya. Karena, demi mendukung pelayanan ini saja ia rela gadai cincin pernikahan. Padahal, cincin ini merupakan harta tak ternilai bagi kami,” jelasnya dengan air mata terurai
Bahkan istri merelakan menjual cincin nikah untuk memenuhi kebutuhan bersama anak-anak generasi emas Papua.
Orang tua pernah menyangkal
Setiap anak dalam keluarga merupakan harapan masa depan bagi tiap orang tua. Demikian juga dengan kedua orang tua dan keluarga besar dari Amos Yeninar. Mereka sudah membiayai hingga Amos Yeninar dapat gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dari Universitas Cendrawasih pada tahun 2012 lalu. Sehingga, orang tuanya berharap agar Amos Yeninar bisa menjadi seseorang yang bisa menjadi orang ternama dalam keluarganya dan bisa bangun kampung halamannya setelah menjadi seorang ‘bos’
Keluarga besar Amos Yeninar terus berharap agar Amos menjadi seorang pejabat. Harapan itu terus ada setelah melohat teman-teman dari Amos menjadi pegawai di Supiori dan Biak.
Namun, Harapan dari orang tua itu ternyata bertolak belakang dengan keputusan yang telah diambil Amos Yeninar. Sejak tahun 2017 lalu, Amos Yeninar nyatakan sikap untuk ‘mati hidup’ bersama generasi emas yang dilupakan banyak orang.
Atas keputusannya itu, keluarga besar dari Amos Yeninar marah besar. Bahkan, orang tuanya pernah menyangkal dia. “Orang tua pernah menyangkal saya dengan keputusan saya. Keputusan yang Tuhan taruh dalam hati saya ini,” katanya sambil cucurkan air mata lagi
Dirikan Yayasan
Pelayanan terhadap anak-anak muda yang masih punya harapan kehidupan yang masih panjang ini. Amos Yeninar memulai pelayanan ini secara suka rela. Ia menjalankan aktivitas ‘tidak biasa’ ini secara suka rela juga dengan sepenuh hati.
Buktinya, sejak ia mulai pelayanan ini pada tahun 2017 lalu hingga sudah masuk tahun 2020 ia rela kehilangan segalanya, termasuk tawaran menjadi pejabat di kampung halamannya, Kabupaten Supiori.
Ia pegang teguh komitmen awal. Ia yakini dengan visi yang telah diberikan Allah kepadanya demi menyelamatkan generasi muda yang sudah terkanjur masuk dalam hal-hal yang tidak terpuji.
Menyelamatkan mereka dari hal-hal itu merupakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan Allah kepadanya. Sehingga, tanggung jawab dan tugas tanpa sebuah surat keputusan itu dirinya jalankan sebagai sebuah tugas utamanya sejak 2017 lalu.
“Dalam pelayanan ini, beberapa anak Tuhan yang bantu secara suka rela tanpa pikir,” katanya
Pertengahan tahun 2018, ia muncul pikiran untuk mengurus sebuah badan hukum demi mengantisipasi jika suatu saat dibutuhkan. Dan, dengan cara yang tidak bisa dipikirkan oleh pikiran manusia, Tuhan hadir dengan caranya. Sehingga, ada orang yang berikan bantuan berupa uang. Sehingga, uang itu dimanfaatkan untuk mengurus administrasi hadirkan sebuah Yayasan. Dan, Amos menamani “Yayasan Siloam Papua”
Setelah ada Yayasan ini, saat itu dirinya sangat membutuhkan sejumlah orang yang sejiwa dengannya. Mereka yang benar-benar punya hati dan ingin habiskan hidupnya bersama anak-anak di jalanan tanpa mengharapkan imbalan yang lebih.
“Puji Tuhan, kami sudah bisa ada salah satu anak Tuhan yang ia mau bekerja disini. Isak Nap, namanya,” jelas Amos
Kehadiran Isak Nap memberi sebuah ruang yang agak bebas untuk Amos Yeninar bisa bergerak bebas untuk pelayanan. Isak Nap melayani anak-anak bersama hingga detik ini.
Amos menjalankan tugasnya sebagai pelayan bagi anak-anak generasi emas ini ia pusatkan di gedung PKK Lama, Oyehe yang ia sebut sebagai ‘rumah singgah.’ Ia sebut rumah singgah karena, anak-anak asuhnya hanya bisa datang dan singga pada jam tertentu saja.
Contohnya, anak-anak akan datang ke rumah singgah pada jam 18.00 sore hingga kadang mereka datang jam 02.00 dini hari. Mereka datang tidak menentu jamnya.
Bangun Panti Rehabilitasi bermodal Rp. 1 Juta
Suatu hari Amos berpikir, jika dirinya jalankan pelayanan hanya dengan cara seperti saat ini (pelayanan rumah singgah) ia berpikir anak-anak sudah terlanjur kecanduan dengan lem Aibon dan sejenisnya ini tetap tidak akan pernah sembuh dan akan tercipta hidup yang bergantungan pada hal-hal itu
Sehingga, dirinya berani memutuskan untuk harus bangun sebuah panti rehabilitasi bagi anak-anak asuhnya. Bangun sebuah bangunan untuk panti rehabilitasi bukan sebuah perkara mudah. Karena, harus butuhkan uang dalam jumlah yang besar.
Amos Yeninar tidak pikirkan hal itu. Ia meyakini dan mengimani saja pada Tuhan Allah bahwa sebuah bangunan untuk panti rehabilitasi akan terbangun.
“Tujuan dari bangunan ini, agar anak-anak yang bisa sadar dari hal-hal yang tidak baik akan dibina di panti rehabilitasi agar mereka kembali ke orang tuanya dan bisa kembali menatap masa depan yang jauh lebih indah yang telah disiapkan Allah melalui sekolah,” ceritanya
Demi mewujudkan tujuan mulia tersebut, harus memulai sebuah pekerjaan besar walau Amos menyadari benar tentang tantangan yang ia akan hadapi.
“Lebih baik maju dengan masalah dari pada mundur karena masalah,” tegasnya
Impian untuk miliki sebuah panti rehabalitasi itu ia mulai. Pertama, ia bercerita dengan keluarganya yang ada di kompleks Kalibobo. Dan, keluarganya melepaskan sebidang tanah kosong untuk bangun panti tersebut
“Saya mulai bangun panti rehabilitasi itu modalnya hanya Rp. 1 juta saja,” katanya
Dalam perjalanan bangun rumah yang nantiny akan jadikan sebagai panti rehabilitasi sudah terbangun untuk sebagian besar. Bangunan itu, telah dibangun atas bantuan dari sejumlah pihak. “Mereka menopang bangunan ini dengan cara menyumbang beruapa uang maupun bahan bangunan. Itulah Tuhan. Jika saya tidak mulai dengan uang sebesar 1 Juta rupiah, bangunan itu tidak akan jadi,” katanya lagi
Panti rehabilitasi yang telah dibangun akan diresmikan dalam beberapa waktu mendatang. Dalam panti tersebut, akan diisi dengan berbagai kegiatan yang postitif bagi anak-anak yang akan ditampung disana.
Panti rehabilitasi itu kapasitasnya hanya 12 anak asuhnya. Sehingga, kedepan akan diusahakan untuk pelayanan agar anak-anak yang dibina disana orang-orang yang berguna bagi tanah Papua.
Tidak ada perhatian dari pemerintah daerah Nabire
Sejauh pelayanan ini dijalankan, Amos Yeninar mengaku tidak pernah ada perhatian serius dari pemerintah kabupaten Nabire. Buktinya, hingga detik ini tidak ada perhatian dan bantuan apapun yang diberikan kepada Yayasan Siloam Papua.
Kata Amos, dirinya pernah datangi pada sejumlah pejabat di teras pemerintah kabupaten Nabire tapi tidak pernah digubris akan maksud baik yang telah disampaikannya kepada pemerintah.
Bahkan dinas terkait sekalipun, pernah datangi namun tidak pernah ada perhatian serius. Maka itum dirinya menilai tidak ada niat dan itikad baik dari pemerintah kabupaten Nabire untuk menyelamatkan para generasi muda yang har ini ada di Nabire.
Padahal, mereka ini juga punya hak sama dengan ribuan anak yang sedang mengenyam pendidikan di bangku studi.
Bukti ketidakpedulian lain dari pemerintah kabupaten Nabire adalah, Yayasann Siloam Papua dan Komunitas Enaimo Nabire (KENA) pernah lakukan aksi damai bersama untuk melawan penjualan lem Aibon dan sejenisnya secara berlebihan dan sangat terbuka kepada anak-anak dibawah umur. Aksi kampanya tersebut pernah dilakukan bertepatan pada tanggal 23 Juli 2019 lalu.
Pemerintah daerah Nabire mengeluarkan sebuah larangan penjualan berlebihan kepada anak-anak buat semua pemilik toko dan kios yang ada di Nabire oleh Bupati kabupaten Nabire. Namun, hingga detik ini tidak pernah ada penerapan di lapangan. Bahkan, para pecandu lem Aibon di Nabire semakin marak dari sebelumnya
Bukti ketidakpedulian dari pemerintah Nabire terhadap anak-anak yang ada di jalanan adalah, tidak pernah hargai undangan yang pernah diberikan kepada pemerintah daerah. Beberapa kali pernah masukan surat juga tidak pernah tindak lanjutnya.
“Saya berharap kepada siapa saja, pemerintah daerah, DPRD, gereja, sekolah dan siapa saja yang peduli dengan generasi Emas yang saat ini ada di jalan-jalan, mari kita secara bersama lihat dan tangani secara bersama,” harapnya kepada siapa saja yang ada di Nabire
Mitra Jalanan
Dalam pelayanannya, Amos Yeninar akui ia tidak sendirian. Ada banyak yang telah menjadi rekan atau mitra untuk dirinya. Mitra itu datang atas nama pribadi, komunitas, gerejan dll.
“Tuhan selalu kirim orang-orang dengan caranya untuk menopang pelayanan ini. Saya menyebut mereka sebagai mitra jalanan,” jelasnya
Alasan sebut mereka sebagai mitra jalanan karena pelayanan yang dijalankan Amos Yeninar kebanyakan di jalanan. Melalui mereka, para mitranya Amos bisa mengenal hal lain.
Ada sejumlah komunitas yang selama ini bersama berjuang dan jalankan pelayanan ini. Ia menyebutkan, Komunitas Enaimo Nabire (KENA), Amoye Communty, dan sejumlah komunitas lain baik dari gereja maupun komunitas lainnya.
Rayakan Natal dengan Modal Celengan Anaknya
Natal merupakan momen yang selalu dinantikan seluruh umat Nasrani di muka bumi ini. Dalam momen Natal, selalu ada kisah dan momen-momen terbaik yang sering dijalankan oleh semua yang rayakan.
Yayasan Siloam Papua di Nabire bersama anak-anak asuhnya pernah gelar acara perayaan Natal untuk generasi emas Papua yang ada di Nabire pada bulan Desember 2019 lalu. Untuk gelar acara tersebut, Amos Yeninar harus berpikir ulang dan memutar otak agar harus ada uang demi terselenggaranya acara Natal tersebut
“Saat itu kami sudah tidak ada sama sekali. Puji Tuhan, celengan milik anak saya ada uang. Dan, kami rayakan acara Natal kami dengan modal uang dari celengan anak,” ceritanya lagi dengan air mata
Rencana Kedepan
Satu rencana besar kedepan bagi Amos Yeninar adalah bangun panti rehabilitasi yang besar untuk bisa menjadi tempat rehabilitasi di wilayah Papua tengah. Sehingga, dalam pertengahan tahun 2020, Yayasan Siloam Papua dan sejumlah mitra yang selama ini jalan bersama, akan duduk pikirkan dan bicara bagi rencana besar demi menyelamatkan generasi emas Papua yang selama ini ada di jalan-jalan.
“Ini sebuah impian besar saya yang mau tidak mau harus dilakukan. Saya mau entah apapun resikonya, sebuah panti rehabilitasi dalam skala yang besar harus dibangun bersama,” tegasnya
Sehingga, kedepan ia mengharapkan bantuan dan kerja sama dari semua stakeholder yang ada di Nabire maupun wilayah Meepago harus bahu membahu bangun panti rehabilitasi secara bersama. Karena, jika panti tersebut terbangun, bukan hanya untuk anak-anak yang terlanjur candu bagi lem Aibon dan sejenisnya saja, tapi akan menjadi tempat rehabilitasi bagi pecandu minuman keras, pecandu Narkotika atau pecandul obat-obatan lainnya.
Pelayanan ini, satu kehormatan dari Allah kepada saya
“Bagi saya, pelayanan ini merupakan sebuah kehormatan dari Allah buat saya. Sehingga, apapun situasi dan kondisi, mati hidup dalam pelayanan bersama anak-anak ini adalah harga yang harus saya bayar,” ucapnya
Lanjut Amos, “Hanya dalam pelayanan ini saya menemukan Yesus. Dan, dalam pelayanan ini saya lihat TUHAN ALLAH secara nyata.”
Pelayanan yang dijalankan ini, Amos Yeninar didampingi oleh seorang perempuan Istrinya; Elvera Rosalina Manemi dan seorang Anak; Hengki Yeninar (5 tahun). Kebaradaan seorang istri, bagi Amos Yeninar sangat membantu dalam menjalankan pelayanan ini
“Saya sangat bersyukur kepada Allah, karena DIA mengirim seorang istri yang sangat mengerti dengan semua perjalanan ini. Beliau sangat mendukung dengan semua pelayanan yang saya jalankan ini. Dia kerja semua yang tidak bisa saya kerja. Dia pendamping yang hebat,” kata Amos akui kehebatan istrinya
Lanjut Amos, “Istri saya tidak pernah mengeluh sama sekali. Pada saat anak-anak datang dalam keadaan mabuk lem Aibon dan sering rusakan barang-barang di rumah singgah, sering curi barang kami, tapi istri saya selalu kuatkan saya bahwa ‘bapa, tetap sabar. Semua itu ujian dari Allah’ dan kata-kata lain.”
Keberadaan istri ini sangat membantu dalam berbagai keadaan. Suka dan duka selalu melewati bersama.
Profil singkat ini ditulis oleh; Philemon Keiya
Freelance tinggal di Nabire, Papua